Evolusi Telematika
Di zamam
pra-sejarah, manusia mengkomunikasikan pikiran, pengetahuan, dan gagasannya ke
lingkungan sosialnya secara verbal. Dan dalam beberapa kasus, dengan
menggunakan simbol-simbol material berupa ukiran pada batu, dinding gua, dan
lain sebagainya. Komunikasi tertulis yang mula-mula dikembangkan memungkinkan
informasi untuk disimpan dan dibaca oleh orang-orang lain di waktu-waktu
kemudian. Penyimpanan dan pengalihan informasi melalui teknologi umumnya
berlangsung secara lamban, mahal, dan membutuhkan banyak tenaga.
Dengan ditemukannya teknologi
cetak ( printing technology ), informasi dapat dialihkan ke lebih banyak orang,
di wilayah yang lebih luas, dan dengan biaya yang lebih murah. Di peralihan
millennium sekarang ini, perkembangan media elektronik, mencakup radio,
televise, dan telepon, telah memungkinkan penurunan waktu pengalihan informasi
secara dramatik.
Jarak geografis kini tidak lagi menjadi penghalang
dalam proses komunikasi dan pertukaran informasi. Biaya penyimpanan dan
pengantaran informasi secara elektronik kini telah semakin banyak ditentukan
oleh kebijakan public, ketimbang oleh faktor-faktor teknikal semata. Misalnya,
harga pusa telepon lebih terkait dengan kebijakan regulasi public dari pada
harga actual yang dibutuhkannya.
Komputer-komputer digital dan
media penyimpanan informasi berskala besar dan missal telah memungkinkan
terwujudnya basis data dengan kemampuan untuk memproses dan memanipulasi
informasi. Tidak dengan informasi tertulis, data yang tersimpan secara
elektronik ini ‘ tak tampak ‘ bagi mata biasa, kecuali bagi perangkat keras dan
lunak untuk melakukan decoding ( seperti komputer dengan kartu baca magnetic ).
Teknologi pemrosesan data secara
elektronik ini bersama dengan teknologi komputer digital telah menghasilkan
sebuah aliansi sinergis baru yang dikenal luas sebagai teknologi informasi,
atau Teknologi Telematika. Ruang , waktu, dan biaya secara berangsur-angsur
direduksi melalui aplikasi-aplikasi tekonologi komputer, penyimpanan missal,
dan transmisi elektronikal dan optial.
Pengontrolan informasi dalam
rangka teknologi seperti ini menjadi lebih terdistribusi ketimbang sebelumnya.
Dan peranan-peranan pemerintah, agen-agen komersial, pengusaha-pengusaha swasta
menjadi lebih sulit untuk dimengerti.
Sehubungan dengan uraian terebut
di atas tentang telematika, maka kami akan membahas Perkembangan Telematika di
Indonesia.
A. Pengertian Telematika
Telematika berasal dari bahasa
perancis “Telematique” yang merujuk pada bertemunya sistem jaringan komunikasi
dengan teknologi informasi (http://law.ui.ac.ic/lama/telematika/index.htm)
Teknologi Informasi merujuk pada
sarana prasarana, sistem dan metode untuk perolehan, pengiriman, penerimaan,
pengolahan, penafsiran, penyimpanan, pengorganisasian, dan penggunaan data yang
bermakna ( Miarso, 2007 ).
Pada praktisi menyatakan bahwa
“Telematics“ adalah singkatan dari “Telecommunication” and “informatics”
sebagai wujud dari perpaduan konsep Computing and Communication. Istilah
Telematics juga dikenal sebagai “the new hybrid technology” yang lahir karena
perkembangan teknologi digital. Perkembangan ini memicu perkembangan teknologi
telekomunikasi dan informatika menjadi semakin terpadu ( konvergensi ). Semula
media masih belum menjadi bagian integral dari isu konvergensi teknologi
informasi komunikasi pada saat itu.
Belakangan baru disadari bahwa
penggunaan sistem komputer dan sistem komunikasi ternyata juga menghindarkan
media komunikasi baru. Lebih jauh lagi istilah Telematika kemudian merujuk pada
perkembangan konvergensi antara telekomunikasi, media dan informatika yang
semula masing-masing berkembang secara terpisah.
Konvergensi Telematika kemudian
dipahami sebagai sistem elektronik berbasiskan teknologi digital atau “The
Net”. Dalam perkembangannya istilah “media” dalam Telematika berkembang menjadi
wacana “multimedia”. Hal ini sedikit membingungkan masyarakat, karena istilah
“multimedia” semula hanya merujuk pada kemampuan sistem computer untuk mengolah
informasi dalam berbagai medium. Adalah suatu ambigus jika istilah Telematika
dipahami sebagai akronim Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika
(http://law.ui.ac.ic/lama/telematika/index.htm).
Menurut instruksi presiden RI
no.6 tahun 2001 tentang kerangka kebijakan perkembangan dan pendayagunaan
telematika di Indonesia didapat pengertian telematika sebagai berikut : “…….
Telekomunikasi, media dan informatika atau disingkat sebagai teknologi
telematika…”.
Alfin Toffler berpendapat bahwa
teknologi telekomunikasi dan informatika , kini populer dengan nama telematika.
Menurut Yusuf Hadi Miarso ( 2007
) telematika merupakan sinergi teknologi telekomunikasi dan informatika untuk
keperluan pemrosesan data dengan sistem binary ( digital ). Telekomunikasi
adalah sistem hubungan jarak jauh yang terjalin melalui saluran kabel dan
nirkabel ( gelombang suara, elektromagnetik, dan cahaya ). Sedangkan
informatika adalah pengelolaan data yang bermakna dengan sistem binary (
digital ). Istilah Teknologi dan Komunikasi (ICT = Information and
Communication Technology ) yang lebih dikenal sekarang ini bermaksud memperluas
pengertian telematika.
Jadi , dapat disimpulkan bahwa
Telematika merupakan konvergensi antara teknologi Telekomunikasi , Media dan
Informatika yang digunakan untuk keperluan pemrosesan data dengan sistem binary
/ digital.
B. Fungsi Telematika
Selaras dengan pengertian
telematika sebagai sarana komuikasi jarak jauh, maka fungsi dari telematika
antara lain :
1. Penyampai informasi. Telematika
digunakan sebagai penyampai informasi agar orang yang melakukan Komunikasi
menjadi lebih berpengetahuan dari sebelumnya. Bertambahnya pengetahuan manusia
akan meningkatan keterampilan hidup, menambah kecerdasan, meningkatkan
kesadaran dan wawasan.
2. Sarana Kontak sosial hidup
bermasyarakat. Interaksi sosial menimbulkan kebersamaan; keakraban, dan
kesatuan yang akan melahirkan kerjasama. Telematika menjadi penghubung diantara
peserta kerjasama tersebut, walaupun mereka tersebar dimana-mana. Telematika
menjembatani proses interaksi sosial dan kerjasama sehingga menghasilkan jasa
yang memiliki nilai tambah dibanding hasil perseorangan.
C. Perkembangan Telematika Di
Indonesia
Peristiwa proklamasi 1945 membawa
perubahan yang bagi masyarakat Indonesia, dan sekaligus menempatkannya pada
situasi krisis jati diri. Krisis ini terjadi karena Indonesia sebagai sebuah
negara belum memiliki perangkat sosial, hukum, dan tradisi yang mapan. Situasi
itu menjadi ‘bahan bakar’ bagi upaya-upaya pembangunan karakter bangsa di tahun
50-an dan 60-an. Di awal 70-an, ketika kepemimpinan soeharto, orientasi
pembangunan bangsa digeser ke arah ekonomi, sementara proses – proses yang
dirintis sejak tahun 50-an belum mencapai tingkat kematangan.
Dalam latar belakang sosial demikianlah
telekomunikasi dan informasi, mulai dari radio, telegrap, dan telepon,
televise, satelit telekomunikasi, hingga ke internet dan perangkat multimedia
tampil dan berkembang di Indonesia. Perkembangan telematika penulis bagi
menjadi 2 masa yaitu masa sebelum atau pra satelit dan masa satelit.
1. Masa Pra-Satelit
Radio dan Telepon
Di periode pra satelit (sebelum
tahun 1976), perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia masih terbatas pada
bidang telepon dan radio. Radio Republik Indonesia (RRI) lahir dengan di dorong
oleh kebutuhan yang mendesak akan adanya alat perjuangan di masa revolusi
kemerdekaan tahun 1945, dengan menggunakan perangkat keras seadanya. Dalam
situasi demikian ini para pendiri RRI melangsungkan pertemuan pada tanggal 11
September 1945 untuk merumuskan jati diri keberadaan RRI sebagai sarana
komunikasi antara pemerintah dengan rakyat, dan antara rakyat dengan rakyat.
Sedangkan telepon pada masa itu
tidak terlalu penting sehingga anggaran pemerintah untuk membangun telekomunikasipun
masih kecil jumlahnya. Saat itu, telepon dikelola oleh PTT (Perusahaan Telepon
dan Telegrap) saja. Sampai pergantian rezim dari Orla ke Orba di tahun 1965,
RRI merupakan operator tunggal siaran radio di Indonesia. Setelah itu
bermunculan radio – radio siaran swasta. Lima tahun kemudian muncul PP NO. 55
tahun 1970 yang mengatur tentang radio siaran non pemerintah.
Periode awal tahun 1960-an
merupakan masa suram bagi pertelekomunikasian Indonesia, para ahli teknologi
masih menggeluti teknologi sederhana dan “kuno”. Misalnya saja, PTT masih
menggunakan sentral-sentral telepon yang manual, teknik radio High Frequency
ataupun saluran kawat terbuka (Open Were Lines). Pada masa itu, banyak negara
pemberi dana untuk Indonesia – termasuk pendana untuk pengembangan
telekomunikasi, menghentikan bantuannya. Hal itu karena semakin memburuknya
situasi dan kondisi ekonomi dan politi di Indonesia.
Tercatat bahwa pada masa
1960-1967, hanya Jerman saja yang masih bersikap setia dan menaruh perhatian
besar pada bidang telekomunikasi Indonesia, dan menyediakan dana walau di
masa-masa sulit sekalipun. Ketika itu pengembangan telekomunikasi masih
difokuskan pada pengadaan sentra telepon, baik untuk komunikasi lokal maupun
jarak jauh, dan jaringan kabel. Indonesia saat itu belum memiliki satelit.
Sentral telepon beserta perlengkapan hubungan jarak jauh ini diperoleh dari
Jerman. Pada saat itu, Indonesia hanya dapat membeli produk yang sama, dari
perusahaan yang sama, yakni Perusahaan Jerman. Tidak ada pilihan lain bagi Indonesia.
Keleluasaan barulah bisa
dirasakan setelah di tahun 1967/1968 mengalir pinjaman-pinjaman ke Indonesia,
baik bilateral ataupun pinjaman multilateral dari Bank Dunia, melalui pinjaman
yang disepakati IGGI. Akan tetapi, pada masa inipun inovasi dalam pemfungsian
teknologi telekomunikasi masih belum berkembang dengan baik di negeri ini. Peda
dasarnya kita memberi dan memakai perlengkapan seperti switches, cables,
carries yang sudah lazim kita pakai sebelumnya.
Televisi
Badan penyiaran televisi lahir tahun
1962 sebelum adanya satelit yang semula hanya dimaksudkan sebagai perlengkapan
bagi penyelenggara Asian Games IV di Jakarta. Siaran percobaan pertama kali
terjadi pada 17 Agustus 1962 yang menyiarkan upacara peringatan kemerdekaan RI
dari Istana Merdeka melalui microwave. Dan pada tanggal 24 Agustus 1962, TVRI
bisa menyiarkan upacara pembukaan Asian Games, dan tanggal itu dinyatakan
sebagai hari jadi TVRI.
Terdorong oleh inovasi, akhirnya
pada tanggal 14 November 1962 untuk pertama kalinya TVRI memberanikan diri
melakukan siaran langsung dari studio yang berukuran 9x11 meter dan tanpa
akustik yang memadai. Acaranya terbatas, hanya berupa permainan piano tunggal
oleh B.J. Supriadi dengan pengaruh acara Alex Leo.
Lebih setahun setelah siaran
pertama, barulah keberadaan TVRI dijelaskan dengan pembentukan Yayasan TVRI
melalui Keppres No. 215/1963 tertanggal 20 oktober 1963. Antara lain disebutkan
bahwa TVRI menjadi alat hubungan masyarakat (mass communication media) dalam
pembangunan mental/spiritual dan fisik daripada Bangsa dan Negara Indonesia
serta pembentukan manusia sosialis Indonesia pada khususnya.
Sampai tahun 1989, TVRI merupakan
operator tunggal di bidang penyiaran televise.
Jadi sebelum satelit palapa
mengorbit, Indonesia hanya mengenal telekomunikasi yang bersifat terestrial,
yakni yang jangkauannya masih dibatasi oleh lautan. Telekomunikasi seperti ini
tidak bisa menjangkau pulau-pulau kecuali melalui penggunaan SKKL (Saluran
Komunikasi Kabel Laut) yang mahal dan sulit dipergunakan.
2. Masa Satelit
Satelit Domestik Palapa
Gagasan tentang peluncuran
satelit bagi telekomunikasi domestik di Indonesia bisa ditelusuri asal
muasalnya dari sebuah konferensi di Janewa tahun 1971 yang disebut WARCST
(World Administrative Radio Confrence on Space Telecomunication).
Pada konferensi itu di tampilkan
pila pameran dari perusahaan raksasa pesawat terbang Hughes. Perusahaan inilah
yang mengusulkan ide pemanfaatan satelit bagi kepentingan domestik Indonesia.
Hal tersebut disambut oleh Suhardjono yang berlatar belakang militer dan
membawa masalah satelit itu sampai ke Presiden RI.
Selain pertimbangan kelayakan
ekonomi dan teknis, sejarah peluncuran satelit ini juga diwarnai oleh
kepentingan politik dimana hubungan antara Indonesia dengan negara- negara lain
sudah mulai bersahabat. Di sisi lain, satelit memungkinkan penyebaran luas
ideologi negara ke masyarakat luas melalui TV, satelit juga menguntungkan
secara ekonomi.
Komunikasi tentang cara-cara
menggali sumber daya alam dapat berlangsung dengan mudah. Ini berlaku untuk
kasus tembaga pura (Freeport) dan di Dili. Peluncuran satelit Palapa di Cape
Canaveral, Florida, bulan Agustus 1976 pada panel peluncuran terdapat 3 orang
Indonesia dan perwakilan dari perusahaan NASA dan Hughes.
Kejadian ini diresmikan juga
melalui pidato kenegaraan oleh presiden Soeharto di Jakarta, tanggal 16 Agustus
1976. ini merupakan satu- satunya proyek teknologi yang mendapat tempat
terhormat di gedung Parlemen. Namun peluncuran satelit itu merupakan kebijakan
nasional yang gagasan awalnya dicetuskan oleh pemerintah.
Hal ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa Indonesia pernah mengalami ancaman perpecahan. Untuk
mempersatukan tanah air yang sangat luas ini diperlukan sarana perhubungan yang
mencakup seluruh wilayah nusantara. Proses kelahiran satelit ini hanya
melibatkan sedikit teknokrat dan teknolog yang berpihak pada kepentingan Orba.
Dampak Setelah Adanya Satelit
Palapa
Dengan semakin bergantungnya
Indonesia pada teknologi satelit, muncullah sejumlah perusahaan yang bergerak
dalam produksi perlengkapan terkait, seperti RFC (milik Iskandar Alisjahbana),
LEN (milik Kayatmo), PT. INTI. Setelah periode itu, aspek bisnis di dunia
telekomunikasi mencuat. Inovasi lebih banyak terjadi pada penyediaan layanan,
sementara pengembangan teknologi untuk komponen berkurang.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat di
tahun 1988 membuat kebutuhan telekomunikasi melonjak secara drastis. Untuk
memenuhi kebutuhan telepon yang melonjak, disadari pemerintah perlunya
perubahan regulasi, yang kemudian membuahkan UU no. 3 tahun 1989 tentang
pengertian telekomunikasi yang diperluas hingga mencakup alat pengiriman data
seperti facsimile dan telex, dan lain-lainnya.
Sebelum lahirnya UU ini, Telkom
dan Indosat disebut sebagai badan penyelenggara telekomunikasi yang menyediakan
seluruh jejaring dan layanan jasa. Dampak positif dari berlakunya UU tersebut
adalah mulai masuknya pihak-pihak swasta dengan modal yang besar, walaupun
dalam skala usaha yang terbatas.
Mereka datang dengan membawa
teknologi baru, tenaga ahli, manajemen yang baru. Ini semua kemudian
menciptakan iklim usaha yang baru dalam penyelenggaraan telekomunikasi di
Indonesia. Dengan terlibatnya pihak asing dalam pengadaan dana, teknologi dan
menejemen, perkembangan teknologi telekomunikasi berkembang dengan pesat. Hal
ini terjadi sekitar tahun 1990-an dan dampaknya terlihat mulai tahun 1991
khususnya terlihat jelas bahwa jangkauan telekomunikasi di Indonesia menjadi
bertambah luas.
Perkembangan teknologipun
berkembang pesat, mulai dari pesawat telepon manual ke otomatis, dan dari
analog menjadi digital. Pada gilirannya perkembangan ini menuntut adanya
pengaturan infrastruktur dan standarisasi peralatan. Tak lama kemudian masuklah
teknologi mobile-telecommunication.
Berkembanglah pemakaian handphone
yang bardampak tumbuhnya usaha-usaha yang tidak hanya menyediakan layanan atau
jejaring saja, melainkan juga membangun pabrik-pabrik dalam upaya pemenuhan
kebutuhan akan kabel. Menarik untuk dicatat bahwa di era serbuan bisnis
telekomunikasi itu, ternyata kaidah dan aturan bisnis professional tidak
sepenuhnya diikuti.
Sementara itu faktor politik
tampaknya justru mengambil peranan penting. Kala itu terjadi campur tangan
bisnis dari “Keluarga Cendana” yang mengambil peranan sebagai mitra bisnis PT
Telkom dan Indosat yang kemudian diikuti oleh krono-kroni mereka seperti Liem
Sio Liong melalui “Sinar Mas”- nya dan lain-lain. Di era emas telekomunikasi
itu, tumbuh dorongan kuat agar Bank Indonesia membuka pintunya lebar-lebar bagi
pihak swasta asing.
Bahkan mereka menginginkan adanya
privatisasi Telkom dan Indosat dalam penyelenggaraannya. Dampak dari dorongan
ini mencuatnya pandangan bahwa regulasi yang ada sudah tidak memadai lagi. Di
sekitar tahun 1996, mulailah disusun rencana untuk meninjau kembali UU No. 3
tahun 1989.
Beberapa hal yang diperhatikan
dalam review ini adalah :
1. Perkembangan teknologi tahun
1995-1996 itu berbeda sekali dengan di tahun 1990. ini terutama terjadi akibat
konvergensi teknologi, sebagai fungsi dari berbagai jenis jasa berubah dan
timbul jasa-jasa baru yang perlu diakomodasikan. Konvergensi teknologi bahkan
memungkinkan teknologi dipadu dengan broadcasting, sehingga timbullah
telematika, teleinformatika, teknologi informasi dan lain-lain yang menuntut
kebijakan dan peraturan yang baru.
2. Perkembangan teknologi
informasi dan broadcasting itu ternyata tidak hanya berpengaruh pada masalah
politik, dalam artian berita, tetapi juga iklan yang sangat berpengaruh dalam
dunia bisnis. Lebih jauh lagi dengan berkembangannya telebanking,
telekumunikasi sebelumnya dilihat hanya sebagai public utility, kini berubah
menjad bisnis opportunity.
3. Globalisasi ekonomi
menciptakan suasana kompetisi yang semakin ketat. Ini menuntut penyelenggaraan
telekomunikasi dengan kualitas layanan yang semakin tinggi.
Setelah satelit Palapa mengorbit,
jangkauan telekomunikasi Indonesia bisa meliputi seluruh nusantara, dan bahkan
ke luar wilayah nusantara. Satelit telekomunikas itu kemudian bisa dimanfaatkan
bukan untuk telepon tetapi juga untuk berbagai macam keperluan lain seperti,
pengiriman facsimile, telex, dan pengiriman berbagai informasi dalam bentuk
lain termasuk broadcasting. Setelah perkembangan itu semua terwujud, masyarakat
melihat pentingnya peranan telekomunikasi bagi kehidupan suatu bangsa.
Nusantara 21
Perkembangan satelit dipacu lebih
lanjut dengan diresmikannya “Nusantara 21” (N21) oleh presiden RI pada tanggal
27 Desember 1996. Menggelindingnya N21 menjadi masukan utama untuk pembentukan
Tim koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) melalui Kepres No. 30 tahun 1997.
Tugas TKTI menurut Inpres No.6 tahun 2001 tentang pengembangan dan
Pendayagunaan Telematika di Indonesia adalah :
(1) Mengkoordinasikan perencanaan
dan memelopori program aksi dan inisiatif untuk meningkatkan perkembangan dan
pendayagunaan teknologi telematika Indonesia serta memfasilitasi dan memantau
pelaksanaannya,
(2) Memperkuat kemampuan
menggalang sumber daya yang ada di Indonesia guna mendukung keberhasilan
pelaksanaan semua arah pengembangan dan pendayagunaan teknologi telematika,
melaksanakan forum untuk membangun consensus antar pihak-pihak terkait di
sector pemerintah dan swasta, serta akses mengakses pengalaman internasional
dalam mengembangkan sistem infrastruktur infomasi nasional.
Tim ini diketuai oleh Menko Produksi
Industri Strategis (Ginanjar Kartasasmita), wakil ketua Menparpostel,
beranggotakan tujuh menteri departemen (Menkeu, Menhankam, Menpen, Mendagri,
Menperindag, Menaker, dan Mendikbud) serta lima menteri negara (Mensesneg,
Menristek, MenPAN, Menivest, Men-PPN).
Visi N21 adalah menyediakan
wahana berbasis teknologi telekomunikasi dan informatika nasional di dalam
proses transformasi bangsa Indonesia dari masyarakat tradisional (traditional
society) menjadi sebuah masyarakat yang berwawasan IPTEK dan berbasis
pengetahuan (knowledge based society).
Konsep N21 merupakan jawaban atas
tantangan globalisasi komunikasi dan informasi berupa jaringan komunikasi
terpadu. N21 menggunakan kerangka pendekatan, antara lain, (a) Memanfaatkan
semua teknologi yang dapat mendukung pembangunan di semua sektor; dan (b)
membentuk suatu jaringan maya informasi atau adi marga informasi (virtual
information network atau anformation superhighway) yang menghubungkan seluruh
pelosok tanah air.
Dengan dikembangkannya N21 maka
pada tahun 2000 atau memasuki abad 21 seluruh kecamatan di Indonesia akan
mempunyai akses ke semua teknologi komunikasi dan computer (K-2) dalam suatu
jaringan terpadu yang didukung oleh 11 sistem satelit komunikasi. Sekarang ini
baru ada tiga sistem satelit yang beroperasi, yaitu PSN dengan Palapa 1. telkom
dengan Palapa B4 dan B 2R, dan satelindo dengan Palapa C 1 dan C 2.
Pengembangan infrastruktur fiik mengandung tiga kemungkinan penggunaan, yaitu :
(1) Adiguna Marga Kepulauan (Archipelagic Super Highway), (2) Kota Multimedia
(Multimedia Cities); dan (3) Nusantara Multimedia Community Acces Centers (
Pusat Akses Masyarakat Multimedia Nusantara).
Tim Koordinasi Telematika
Nasional secara paripurna merumuskan cetk biru pengembangan telematika yang
mencakup tiga kelompok utama, yaitu infastruktur, aplikasi, dan sumber daya.
1. Infrastruktur
Menurut Jonathan L.Parapak
(Presiden komisaris PT.Indosat) dalam http://www.bogor.net, perkembangan
infrastruktur ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kebijakan
nasional sector telekomunikasi, regulasi sector, kondisi ekonomi makro,
kemampuan para pelaku nasional. Pada tatanan kebijakan patut dicatat beberapa
kemajuan yang sangat penting, antara lain diundangkannya UU tentang
Telekomunikasi no. 36 tahun 1999 dan dikeluarkannya cetak biru kebijaksanaan
tentang telekomunikasi di Indonesia tanggal 20 Juli 1999.
Pada tatanan regulasi telah
dicapai beberapa perkembangan penting antara lain dimungkinkannya pern swasta
dan masyarakat yang semakin tinggi dalam pengembangan regulasi yang telah
terwujud dalam penetapan tariff dan interkoneksi standard, dan lain-lain. Pada
tatanan penyelenggaraan kondisi monopoli dan duopoli yang masih menghambat
peran swasta dan masyarakat lebih besar, keadaan ekonomi yang baru tumbuh sangat
mempengaruhi daya beli masyarakat.
Dalam kondisi ini, kelihatannya
sasaran pembangunan infrastuktur baik adimarga informasi, multimedia city akan
mengalami penundaan. Namun demikian perlu dicatat bahwa PT.Telkom telah
berupaya membangun lingkar-lingkar adimarga kepulauan dan infrastruktur
multimedia di Jakarta. Infrastruktur informasi telah maju selangkah dengan
beroperasinya satelit Telkom 1.
Salah satu aspek yang penting
adalah pemanfaatan secara optimal infrastruktur yang ada. Tampaknya perlu dikembangkan
kebijaksanaan baik pada tingkat pemerintah maupun pada tingkat penyelenggaraan
agar investasi yang telah dilakukan dapat termanfaatkan dengan berdaya guna dan
berhasil guna bagi berbagai komponen masyarakat, baik pendidikan, layanan
kesehatan, pemerintahan maupun kegiatan bisnis.
2. Aplikasi Telematika
Aplikasi telematika Indonesia
terfokus pada pemberdayaan aparatur negara, pemerkayaan hidup masyarakat
(telemedik, telekarya, pendidikan), penciptaan daya saing bisnis
(perbankan,pos,pariwisata,manfaktur), pembangunan informasi dasar dan aplikasi
telematika perlu dilihat dari tatanan kebijakan, regulasi, dan penyelenggaraan
yang di manfaatkan masyarakat.
Dari sudut pandang kebijakan
tampaknya belum terasa perkembangan yang menonjol. Isu kelembagaan masih banyak
diperbincangkan, UU yang terkait dengan atau tentang telematika (cyber law)
masih jauh dari harapan. Beberapa aspek regulasi yang mendesak, misalnya
pengaturan secure transaction, public ke infrastructure registration authority,
electronic payment, certification authority masih belum dilaksanakan.
Namun, perhatian pada
perlindungan hak kekayaan intelektual semakin tinggi dan upaya untuk
memantapkan regulasi semakin mendapat perhatian dari berbagai pihak. Di
lapangan dapat dicatat perkembangan yang menggembirakan dengan semakin
meluasnya homepage, berkembangnya aplikasi seperti E-commerce, E-Banking,
E-Brokerage, dan lain-lai.
Sektor pemerintah nampaknya
berkembang lamban karena kendala keuangan dan sumber daya manusia. Beberapa
kelompok usaha seperti PT. Telkom, Indosat, Lippo e nett, nampaknya semakin
giat untuk mengejar ketertinggalan masyarakat kita di bidang aplikasi. Aplikasi
seperti E-government, tele-education, telemedicine masih dalam taraf mula yang
perlu di dorong berbagai pihak.
3. Sumber Daya Telematika
Dalam bidang sumber daya ,
diarahkan pada pengembangan SDM, industri dalam negeri, hukum dan perdagangan,
serta kultur informasi. Secara umum dirasakan bahwa SDM di dalam negeri belum
memenuhi harapan untuk berperan dalam pengembangan teknologi yang berubah
begitu cepat.
Namun demikian, cukup banyak pula
SDM Indonesia di bidang telematika yang bekerja di luar negeri termasuk di
sentra-sentra keunggulan. Usaha berbagai pihak khusunya sector swasta,
nampaknya cukup menggembirakan antara lain dikembangkannya cyber campus seperti
ITB, UPH, dan lain-lain. Yang sangat memprihatinkan adalah pengembangan
industri dalam negeri.
Walaupun berbagi konsep telah
cukup lama di bicarakan seperti Hightech Park di Bandung, Serpong dan lain-lain
sampai saat ini belum mencapai kemajuan berarti. Oleh karena itu perlu
dikembangkan kebijaksanaan nasional untuk mendorong berkembangnya industri
dalam negeri di bidang telematika antara lain sistem insentif.
Dalam mempromosikan visi N21,
inisiasi perlu datang dari pemerintah. Namun secara bertahap dan interaktif,
visi ini perlu mengakomodasi kebutuhan yang khas dari berbagai kelompok
masyarakat maupun departemen. Untuk itu keterlibatan berbagai
kelompokmasyarakat dalam merumuskan dan mewujudkan program-program telematika
perlu ditumbuhkembangkan secara berangsur-angsur.
Hal ini pada gilirannya akan
membatasi peranan pemerintah, khususnya dalam hal pengadaan dan pengelolaan
kandungan informasi. Control informasi dari pemerintah justru dipandang sebagai
faktor penghambat bagi upaya penyejahteraan masyarakat melalui jejaring
telekomunikasi.
D. Peran Telematika
Berdasarkan perkembangan
telematika tersebut diatas, telematika di Indonesia memiliki tiga peran pokok,
antara lain :
1. Mengoptimalkan proses pembangunan.
Telematika memberikan dukungan terhadap manajemen dan pelayanan kepada
masyarakat berupa sarana telekomunikasi yang memuahkan masyarakat saling
berinteraksi tanpa terhalang jarak. Dengan telematika, proses komunikasi
menjadi mudah sehingga mudah pula untuk menyebarkan informasi dari satu daerah
ke daerah lain.
2. Meningkatkan Pendapatan.
Produk dan jasa teknologi telematika merupakan komoditas yang memberikan
peningkatan pendapatan bagi perseorangan, dunia usaha bahkan negara dalam
bentuk devisa hasil ekspor jasa dan produk industri telematika.
3. Pemersatu bangsa. Teknologi
telematika mampu menyatukan bangsa melalui pengembangan sistem informasi yang
menghubungkan semua institusi dan area dengan cepat tanpa terhalang jarak
daerah masing-masing.
E. Pemanfaatan Telematika di
Bidang Pendidikan
Menurut Miarso (2004) terdapat
sejumlah pilihan alternatif pemanfaatan di bidang pendidikan, yaitu :
1. Perpustakaan Elektronik
Perpustakaan yang biasanya
arsip-arsip buku dengan di Bantu dengan teknologi informasi dan internet dapat
dengan mudah mengubah konsep perpustakaan yang pasif menjadi agresif dalam
berinteraksi dengan penggunanya. Homepage dari The Library of Congress
merupakan salah satu perpustakaan yang terbesar di dunia. Saat ini sebagian informasi
yang ada di perpustakaan itu dapat di akses melalui internet.
2. Surat Elektronik (email)
Dengan aplikasi sederhana seperti
email maka seorang dosen, pengelola, orang tua dan mahasiswa dapat dengan mudah
berhubungan. Dalam kegiatan di luar kampus mahasiswa yang menghadapi kesulitan
dapat bertanya lewat email.
3. Ensiklopedia
Sebagian perusahan yang
menjajakan ensiklopedia saat ini telah mulai bereksperimen menggunakan CD ROM
untuk menampung ensiklopedia sehingga diharapkan ensiklopedia di masa mendatang
tidak hanya berisi tulisan dan gambar saja, tapi juga video, audio, tulisan dan
gambar, dan bahkan gerakan. Dan data informasi yang terkandung dalam
ensklopedia juga telah mulai tersedia di internet. Sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan maka data dan informasi yang terkandung dalam ensiklopedi
elektronik dapat diperbaharui.
4. Sistem Distribusi Bahan Secara
Elektronis ( digital )
Dengan adanya sistem ini maka
keterlambatan serta kekurangan bahan belajar bagi warga belajar yang tinggal di
daerah terpencil dapat teratasi. Bagi para guru SD yang mengikuti penyetaraan
D2, sarana untuk mengakses program ini tdk menjadi masalah karena mereka dapat
menggunakan fasilitas yang dimiliki kantor pos yang menyediakan jasa internet.
5. Tele-edukasi dan Latihan Jarak
Jauh dalam Cyber System
Pendidikan dan pelatihan jarak
jauh diperlukan untuk memudahkan akses serta pertukaran data, pengalaman dan
sumber daya dalam rangka peningkatan mutu dan keterampilan professional dari
SDM di Indonesia. Pada gilirannya jaringan ini diharapkan dapat menjangkau
serta dapat memobilisasikan potensi masyarakat yang lain, termasuk dalam usaha,
dalam rangka pembangunan serta kelangsungan kehidupan ekonomi di Indonesia,
baik yang bersifat pendidikan formal maupun nonformal dalam suatu “cyber
system”.
6. Pengelolaan Sistem Informasi
Ilmu pengetahuan tersimpan dalam
berbagai bentuk dokumen yang sebagian besar tercetak dalam bentuk buku, makalah
atau laporan informasi semacam ini kecuali sukar untuk diakses, juga memerlukan
tempat penyimpanan yang luas. Beberapa informasi telah disimpan dalam bentuk
disket atau CD ROM, namun perlu dikembangkan lebih lanjut sistem agar informasi
itu mudah dikomunikasikan. Mirip halnya dengan perpustakaan elektronik,
informasi ini sifatnya lebih dinamik (karena memuat hal-hal yang mutakhir)
dapat dikelola dalam suatu sistem.
7. Video Teleconference
Keberadaan teknologi ini
memungkinkan siswa atau mahasiswa dari seluruh dunia untuk dapat berkenalan,
saling mengenal bangsa di dunia. Teknologi ini dapat digunakan sebagai sarana
diskusi, simulasi dan dapat digunakan untuk bermain peran pada kegiatan
pembelajaran yang berfungsi menumbuhkan kepercayaan diri dan kerjasama yang
bersifat sosial.
Banyak faktor yang mempengaruhi
dilaksanakan atau tidaknya potensi teknologi telematika. Faktor utama, menurut
Miarso (2004) adalah adanya komitmen politik dari para pengambil kebijakan dan
ketersediaan para tenaga terampil.
F. Dampak Penggunaan Telematika
Berbagai macam bentuk yang
menjadi dampak penggunaan telematika merebak luas pada masyarakat. Dampak ini
akan memunculkan dan merubah pola kehidupan, bekerja, berusaha bahkan merubah
falsafah pada bidang-bidang tertentu. Dampak yang pasti adalah akan terjadinya
perubahan minat bekerja yang lebih efisien dalam arti benefit to cost ratio,
efektif dalam arti kualitas produk, jasa, dan pemerataan distribusi produk jasa
kepada masyarakat. Dampak yang akan muncul penggunaan telematika baik secara
langsung maupun tidak langsung, yaitu :
1. Penghematan transportasi dan bahan
bakar.
2. Menghindarkan jam-jam yang
tidak produktif menjadi lebih produktif.
3. Mengembangkan konsep kegiatan
tersebar secara merata ke seluruh daerah.
4. Menyuguhkan banyak pilihan
sarana telekomunikasi.
G. Posisi Indonesia Dalam Bidang
Telematika
Sejak AS, sebagai negara yang
paling awal mempunyai inisiatif dalam pembangunan superhighways informasi,
meluncurkan The National Infrastructure Information-nya pada tahun 1991, banyak
negara industri lainnya mengikutinya. Bulan Februari 1996 Inggris dan Jerman
memperkenalkan kebijakan-kebijakan superhighways informasi mereka, yaitu The
Information Society Initiative di Inggris dan program The Info 2000 di Jerman.
Tak lama kemudian di tahun 1996,
negara di Asia Tengah mengikutinya, seperti Filipina dengan Tiger, Malaysia
dengan Multimedia Super Corridor (MSC) dan Singapura dengan Singapore-ONE. Dan
di tahun 1997 Indonesia meluncurkan kebijakan superhighways informasi dengan
nama Nusantara 21.
Beda antara Nusantara 21 dengan
kebijakan superhighways informasi negara lain dapat dijelaskan oleh 4 hal yaitu
:
a. Evolusi Teknologi
Teknologi terus berubah.
Prakiraan perkembangan teknologi di masa mendatang sangat beragam. Di antara
banyak negara tidak ada persetujuan mengenai kebutuhan untuk menghubungkan dengan
kabel tempat-tempat paling jauh. Beberapa pakar berfikir bahwa teknologi
wireless yang didukung oleh satelit dengan orbit rendah mungkin dapat
mewujudkan komunikasi broadband dengan baik. Di Indonesia tampaknya terjadi
evolusi teknologi yang unik. Mengingat masyarakat Indonesia sebagian besar
tinggal di pedesaan dan banyak yang buta huruf, sehingga tampaknya teknologi
visual dan pembicaraan (speech) akan lebih mendapat tempat di masyarakat
daripada teknologi informasi dengan tulisan (text).
b. Struktur pasar dan strategi
industri
Para aktor strategi industri yang
terlibat dalam pembuatan superhighways informasi tidak tergantung pada negara
dimana mereka tinggal. Strategi-strategi dari para aktor utama dalam industri
content juga menggambarkan ketidakpastian mengenai masa depan peralatan layanan
informasi yang akan digunakan.
Karena tergantung struktur pasar,
bisa jadi di masa depan strategi yang tepet berada dalam pilihan alternatif
antara lain multimedia ( seperti CD-ROM, perangkat lunak PC dan piringan video
digital) atau kabel (seperti TV kabel, telekomunikasi kabel dengan serat optic)
atau jejaring telekomunikasi dari berbagai jenis teknologi telekomunikasi.
Di Indonesia struktur pasarnya
cukup beragam, ada wilayah urban, suburbia, dan rural. Untuk urban semua
alternatif seperti multimedia, kabel, jejaring, telekomunikasi dapat
dipertimbangkan. Tetapi untuk daerah suburbia dan rural, tampaknya yang paling
tepat adalah jejaring telekomunikasi dari berbagai teknologi yang sebelumnya
telah ada dan tinggal mengalami beberapa penyempurnaan, oleh karena itu
Nusantara 21 dipersiapkan mengadopsi jejaring telekomunikasi dari berbagai
jenis teknologi telekomunikasi.
c. Penyusunan Institusional
Kebijakan – kebijakan
superhighways informasi melibatkan berbagai badan atau agen pemerintah yang
berkoordinasi secara fungsional, sektoral ataupun territorial. Dalam fungsinya,
di AS atau Inggris, pemerintah tidak mengontrol seluruh proses kebijakan karena
telah ada agen-agen regulasi independent. Secara sektoral, konflik dan
persaingan institusional dapat terjadi di antara departemen pemerintah.
Di Indonesia yang berperan dalam
N21 merupakan tim yaitu Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) yang
melibatkan banyak menteri sesuai keppres 30 tahun 1997. Hal ini menunjukkan
peran pemerintah Indonesia masih sangat besar dibandingkan peran swasta,
masyarakat dan lain-lain. Adapula institusi yang lemah posisinya daripada TKTI,
yaitu Kelompok Kerja Penyusunan Konsep Buku Nusantara 21 yang terdiri dari 14
kelompok yang terdiri dari wakil Telkom, Indosat, dan Universitas.
d. Akomodasi terhadap nilai –
nilai nasional
Walaupun label “masyarakat
informasi” yang sama digunakan di berbagai negara, visi sosial yang
dikandungnya memiliki content local yang unik, yang berpijak pada nilai-nilai
sosial dasar masing-masing masyarakat setiap negara. Di Indonesia, konsep
superhighways informasi N21 tidak terlepas dari aspek Wawasan Nusantara yang
heterogen dan Ketahanan Nasional, baik dari segi ekonomi, sosial, politik,
serta pertahanan keamanan, yang telah muncul sejak adanya konsep satelit.
Bahkan N21 sesungguhnya merupakan
pemutakhiran dari Palapa, dengan tetap menggunakan pendekatan pada nilai-nilai
yang mempersatukan nusantara. Selain itu, N21 tercakup juga dalam program
Multimedia Asia (M2A), program yang bertujuan mempersatukan wlayah Asia melalui
telematika.
e. Interaksi dengan
kebijakan-kebijakan publik lainnya
Melalui tiga analisis yang
umumnya dilakukan di semua negara (daya saing ekonomi, perbaikan kondisi
sosial, liberalisasi telekomunikasi), juga analisis spesifik untuk masing-
masing negara, kebijakan superhighways juga dihubungkan kepada
kebijakan-kebijakan publik lainnya.
Di Indonesia, Nusantara 21
berkaitan dengan kebijakan – kebijakan mengenai daya saing ekonomi masyarakat
Indonesia menghadapi pasar global, kebijakan pengurangan kesenjangan antara
lapisan sosial ekonomi, kebijakan pertumbuhan industri nasional khususnya
industri teknologi telekomunikasi, kebijakan perbaikan kondisi sosial
masyarakat, kebijakan peningkatan pendidikan dan pengajaran serta kebijakan
melestarikan kebudayaan nasional.
Sedangkan mengenai kebijakan
liberalisasi telekomunikasi tampaknya tidak terlalu mendapat dukungan. Swasta
dilibatkan tetapi masih terbatas. Tetapi yang tampaknya terpenting dan khas
dari N21 adalah interaksinya dengan kebijakan persatuan dan kesatuan Indonesia
dan pertahanan keamanan yang sangat kiat tidak lepas dari nilai-nilai Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar